Dikenal Praktis dan Enak, Ini Bahaya Dibalik Makanan Ultra-Proses
Publish Date: 30 September 2022

Dikenal Praktis dan Enak, Ini Bahaya Dibalik Makanan Ultra-Proses

Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes tipe 2, dan kanker, secara kolektif bertanggung jawab atas sekitar 70% sebagai penyebab kematian di seluruh dunia. Pola makan yang tidak sehat terbukti sebagai faktor utama terjadinya penyakit degeneratif. Berarti penyakit degeneratif sebetulnya dapat dicegah dengan merubah pola makan menjadi lebih sehat. Salah satu caranya yaitu dengan membatasi asupan atau konsumsi makanan ultra-proses (ultra-processed food).

Dengan semakin tingginya angka penyakit tidak menular, ternhyata terjadi peningkatan yang signifikan juga pada angka konsumsi makanan ultra-proses. Survei mengenai tren pembelian dan pola konsumsi makanan ultra-proses yang dilakukan di Asia dan beberapa negara barat, menunjukkan penjualan makanan ultra-proses meningkat pesat di sebagian besar negara berpenghasilan menengah.¹

Nah, FibreSquads sudah tahu belum apa itu makanan ultra-proses?

A. Kenali Makanan Ultra-Proses

Makanan ultra-proses adalah makanan yang sebagian besar terbuat dari zat yang diekstrak dari makanan, seperti lemak, pati, gula tambahan, dan lemak terhidrogenasi. Makanan ultra-proses juga dapat mengandung zat tambahan seperti pewarna buatan, perisa sintetik, atau penstabil.² Ciri khas dari makanan ini yaitu tinggi gula, lemak, garam, padat energi, tetapi rendah protein, serat, dan zat gizi mikro lainnya.³

Karena itu, makanan ultra-proses biasanya memiliki cita rasa yang sangat enak, dikemas dengan menarik, dan diproduksi oleh perusahaan/pabrik besar. Beberapa contoh dari makanan ini adalah minuman berkarbonasi, makanan ringan kemasan, eskrim, cokelat, permen, roti dan kue, sereal, energy drinks, saus dalam kemasan, sosis, nugget, daging olahan dalam kemasan, makanan siap saji, dan sebagainya.

B. Dampak Terhadap Kesehatan

Beberapa studi sudah membuktikan efek negatif makanan ultra-proses terhadap kesehatan, salah satunya adalah studi yang dipublikasikan tahun 2019 dalam jurnal Cell metabolism. Subjek dalam studi ini diminta untuk mengonsumsi makanan segar yang minim proses selama dua minggu. Kemudian, dua minggu berikutnya mereka mengonsumsi makanan ultra-proses.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa subjek rata-rata mengalami kenaikan berat badan 0,9 kg setelah mengonsumsi makanan ultra-proses.⁴ Hal tersebut terjadi karena saat mengonsumsi makanan ultra-proses, jumlah kalori yang dikonsumsi lebih tinggi sekitar 508 kalori dibandingkan saat mengonsumsi makanan segar. Makanan ultra-proses cenderung mengandung tinggi karbohidrat dan lemak, tetapi rendah protein dan serat.

Yang membuat makanan ultra-proses tidak sehat bukan hanya kandungan zat gizi yang dianggap berisiko menurunkan kesehatan, seperti tingginya kadar gula, garam, dan lemak di dalam makanan ultra-proses. Namun, berhubungan juga dengan perubahan fisik dan kimia pada bahan makanan yang terjadi akibat proses pengolahan tingkat tinggi. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin banyak konsumsi makanan ultra-proses berhubungan dengan peningkatan risiko untuk semua penyebab kematian.⁵

Tips Mengurangi Konsumsi Makanan Ultra-Proses

Menghilangkan segala jenis makanan ultra-proses dari menu makan kita pasti bukan hal yang mudah. Ada beberapa tips yang dapat kamu lakukan untuk mengurangi asupan makanan ultra-proses, antara lain:

  1. Siapkan potongan buah segar, aneka kacang panggang, atau edamame untuk stok camilan kamu.
  2. Minum air putih lebih sering. Kamu juga dapat membuat infused water untuk memberi rasa ke minuman, tapi jangan ditambahkan gula lagi ya.
  3. Jangan lupakan sayuran! Setiap kali makan, jangan lupa untuk mengisi setengah bagian piring kamu dengan beragam sayuran. Kandungan serat yang tinggi di sayuran dapat membantu mengontrol nafsu makan kamu. Jadi kamu tidak mudah lapar dan tidak lapar mata deh.

¹ Baker, P., & Friel, S. (2016). Food systems transformations, ultra-processed food markets and the nutrition transition in Asia. Globalization and health, 12(1), 1-15.
² Ares, G., Vidal, L., Allegue, G., Giménez, A., Bandeira, E., Moratorio, X., … & Curutchet, M. R. (2016). Consumers’ conceptualization of ultra-processed foods. Appetite, 105, 611-617.
³ Louzada, M. L. D. C., Martins, A. P. B., Canella, D. S., Baraldi, L. G., Levy, R. B., Claro, R. M., … & Monteiro, C. A. (2015). Ultra-processed foods and the nutritional dietary profile in Brazil. Revista de saude publica, 49.
⁴ Hall, K. D., Ayuketah, A., Brychta, R., Cai, H., Cassimatis, T., Chen, K. Y., … & Zhou, M. (2019). Ultra-processed diets cause excess calorie intake and weight gain: an inpatient randomized controlled trial of ad libitum food intake. Cell metabolism, 30(1), 67-77.
⁵ Rico-Campà, A., Martínez-González, M. A., Alvarez-Alvarez, I., de Deus Mendonça, R., de la Fuente-Arrillaga, C., Gómez-Donoso, C., & Bes-Rastrollo, M. (2019). Association between consumption of ultra-processed foods and all cause mortality: SUN prospective cohort study. bmj, 365.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *