Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau penyakit asam lambung adalah penyakit kronik pada sistem pencernaan dengan diagnosis klinis berdasarkan gejala khas yaitu asam lambung naik kembali ke esofagus (kerongkongan). Diagnosis GERD Sebagian besar didasarkan pada gejala dan sering kali tidak memerlukan endoskopi. Salah satu penyebab dari hal tersebut adalah otot bagian bawah kerongkongan (lower esophageal sphincter/ LES) melemah atau rusak. Pada kondisi normal, otot bagian bawah kerongkongan menutup untuk mencegah makanan dari lambung berpindah atau naik ke esofagus. Komplikasi yang biasa terjadi saat mengalami GERD adalah heartburn atau rasa seperti nyeri dan terbakar di area dada.
Prevalensi GERD bervariasi antara 2,5% hingga 7,1% pada beberapa studi yang dilakukan di Asia.¹ Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Medical Economics mengemukakan bahwa rata-rata biaya medis yang harus dikeluarkan per bulan untuk pasien GERD sebesar 4,5 juta rupiah pada tahun 2014. Nilai tersebut lebih tinggi 2.4 kali lipat dibandingkan biaya kesehatan Nasional.² Saat seseorang mengalami GERD, modifikasi gaya hidup adalah pilihan pertama bagi kebanyakan individu. Beberapa jenis makanan yang berhubungan dengan gejala GERD antara lain makanan pedas (62%), cokelat (55%), pizza (55%), tomat (52%), makanan yang digoreng (52%), alkohol (50%), buah citrus (48%), saus (48%), kopi (41%), daging olahan dan makanan tinggi lemak (34%).³
Berdasarkan studi tersebut, perubahan yang disarankan antara lain menghindari merokok, cokelat, minuman berkarbonasi, makanan pedas, makanan berlemak, alkohol, dan makan terlalu banyak. Selain itu, peningkatan konsumsi serat juga terbukti meringankan gejala GERD. Diet tinggi serat membuat waktu transit makanan di lambung lebih cepat, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya refluks. Konsumsi makanan yang bersifat prebiotik (misal Inulin) dan probiotik juga dapat mengurangi gejala GERD. Prebiotik adalah nutrisi atau pupuk bagi probiotik yang akan melawan bakteri Helicobacter pylori yang berhubungan dengan kejadian GERD.
Selain mengubah kebiasaan makan, pasien GERD juga biasanya mendapatkan obat untuk meringankan gejala GERD. Obat yang biasa digunakan untuk mengatasi GERD adalah golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). PPI umumnya dapat ditoleransi dengan baik, tetapi akibat pengurangan sekresi asam lambung dalam jangka panjang, dapat meningkatkan risiko ketidakseimbangan komposisi mikrobiota usus (disbiosis).⁴ Bakteri atau mikrobiota usus diperlukan untuk berbagai fungsi vital, seperti metabolisme nutrisi, produksi energi, pertahanan terhadap zat penyebab penyakit, dan terlibat dalam sistem kekebalan atau imunitas tubuh. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa PPI dapat mengubah jumlah beberapa jenis mikrobiota usus yang spesifik, antara lain meningkatkan Enterococcaceae, Streptococcaceae, Firmicutes, dan Lactobacillus serta menurunkan jumlah Bacteroides dan Clostridium cluster IV, yang menyebabkan penurunan keanekaragaman mikrobiota usus.⁵, ⁶
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, mikrobiota usus memiliki berbagai peran penting dalam tubuh. Karena itu, penurunan keanekaragaman mikrobiota usus juga dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, mulai dari menurunkan kesehatan pencernaan dan kesehatan secara keseluruhan, hingga terjadinya depresi. Hubungan antara GERD dan depresi juga bersifat dua arah dan dapat saling memengaruhi. Orang dengan depresi, berisiko 2,01 kali untuk mengalami GERD, sedangkan orang dengan GERD berisiko 1,48 kali untuk mengalami depresi.⁷ Setelah dipelajari lebih jauh, depresi yang terjadi berhubungan dengan perubahan pada komposisi mikrobiota usus, baik pada penurunanan jumlah dan keanekaragaman jenis mikrobiota usus.⁸
Kembali lagi ke perbaikan pola makan, jika kamu mengalami GERD dan sering mengonsumsi obat PPI, disarankan juga untuk mengingkatkan asupan serat, baik dari konsumsi buah, sayuran, maupun dengan suplemen yang mengandung tinggi serat. Konsumsi serat dapat membantu meningkatkan keanekaragaman mikrobiota usus dan menjaga kesehatan pencernaan. Kita disarankan mengonsumsi 25-30 gram serat per hari, atau sebanyak 400 gram dalam bentuk buah dan sayuran. Lebih baik jika mengonsumsi buah dalam bentuk utuh dan tidak diberi tambahan gula. Karena konsumsi gula berlebihan juga dapat meningkatkan produksi toksin dalam tubuh.
Sudah tahu kan
makanan apa saja yang harus dihindari dan diperbanyak konsumsinya saat kamu
mengalami GERD. Jaga kesehatan pencernaan dengan serat, ya!
¹ Wu, Justin CY. “Gastroesophageal reflux disease: an Asian perspective.” Journal of gastroenterology and hepatology 23.12 (2008): 1785-1793.
² Miwa, Hiroto, et al. “Medical cost, incidence rate, and treatment status of gastroesophageal reflux disease in Japan: analysis of claims data.” Journal of medical economics 19.11 (2016): 1049-1055.
³ Tosetti, Cesare, et al. “Elimination of Dietary Triggers Is Successful in Treating Symptoms of Gastroesophageal Reflux Disease.” Digestive Diseases and Sciences (2020): 1-7.
⁴ Bruno, Giovanni, et al. “Proton pump inhibitors and dysbiosis: Current knowledge and aspects to be clarified.” World Journal of Gastroenterology 25.22 (2019): 2706.
⁵ Jackson, Matthew A., et al. “Proton pump inhibitors alter the composition of the gut microbiota.” Gut 65.5 (2016): 749-756.
⁶ Imhann, Floris, et al. “Proton pump inhibitors affect the gut microbiome.” Gut 65.5 (2016): 740-748.
⁷ Kim, So Young, et al. “Bidirectional association between gastroesophageal reflux disease and depression: Two different nested case-control studies using a national sample cohort.” Scientific reports 8.1 (2018): 1-8.
⁸ Zheng, P., et al. “Gut microbiome remodeling induces depressive-like behaviors through a pathway mediated by the host’s metabolism.” Molecular psychiatry 21.6 (2016): 786-796.