Memasuki bulan Juni, sudah hampir melewati tengah tahun dan kita sudah melewati pandemi Covid-19 sekitar tiga bulan. Selama masa pandemi ini, untuk mengurangi laju penularan, beberapa daerah menerapkan pembatasan sosial atau yang dikenal dengan PSBB. Presiden RI, Bapak Jokowi, juga menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia harus hidup berdampingan dengan virus Corona. Kita berdaptasi dengan melakukan banyak kebiasaan baru yang akhirnya menjadi sesuatu yang normal, atau dikenal dengan New Normal. Sayangnya, perubahan atau mutasi adalah bagian dari siklus hidup virus dan virus Corona saat ini juga merupakan novel virus yang belum diketahui pasti. Perubahan dari virus itu tidak selalu menjadi masalah besar jika seseorang selalu menjaga sistem imum agar tetap kuat. Sistem imun akan teraktivasi saat seseorang dalam kondisi istirahat atau masa pemulihan. Apabila kondisi tubuh sedang mengalami stres, maka meningkatkan sistem imun akan menjadi pilihan kedua. Kondisi istirahat atau masa pemulihan adalah setelah berolahraga, ketika selesai bekerja, ketika merasa aman, dan ketika tubuh ternutrisi dengan baik.¹
Gaya hidup seseorang memiliki potensi untuk menentukan apakah tubuh ternutrisi dengan baik. Adanya dukungan dan pendidikan di rumah maupun di luar lingkungan keluarga, sering dikaitkan dengan keberhasilan perubahan gaya hidup. Sehingga memungkinkan seseorang untuk membuat pilihan positif dalam perilaku meningkatkan kesehatan. Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan dramatis prevalensi berat badan berlebih dan obesitas telah terjadi bersamaan dengan pengurangan aktivitas fisik, kebiasaan olahraga, dan ketersediaan makanan bergizi seimbang.²
Makanan, aktivitas fisik, dan perilaku sedentary (jarang melakukan aktivitas fisik) memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan fisik. Perilaku-perilaku ini, dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara energi yang dikonsumsi dan energi yang digunakan, kemudian membuat seseorang menjadi kelebihan berat badan. Kekurangan nutrisi juga dapat terjadi jika kepadatan nutrisi makanan yang dikonsumsi buruk.³ Asupan energi yang tinggi dengan jumlah makanan rendah nutrisi yang lebih banyak dan aktivitas fisik yang rendah disertai dengan proporsi waktu sedentary yang lebih lama, menjadi fokus bagi orang dengan kelebihan berat badan dan obesitas.⁴
Konsisten dalam mengontrol pilihan makanan berpotensi untuk merubah preferensi makanan didorong oleh perubahan gaya hidup, hormonal, sosial, atau lingkungan.⁵ Jika didukung dengan ketersediaan makanan dan minuman murah siap saji yang tinggi kalori dan rendah nutrisi, dapat menyebabkan penggantian makanan sehat menjadi makanan yang tinggi lemak dan gula. Perubahan pola makan seperti itu dapat mengubah keseimbangan energi menjadi buruk, sehingga tubuh pun tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi mikro.⁶
Untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi dan menghindari penambahan berat badan berlebih, pola diet sehat perlu
dilakukan. Sementara makanan tinggi lemak, tinggi gula harus diminimalkan. Mereka
yang tidak aktif dan yang melakukan aktivitas fisik kurang dari yang
direkomendasikan, penting untuk menghindari makanan tinggi lemak dan tinggi
gula. Dalam meminimalkan kenaikan berat badan yang tidak sehat, pengurangan kalori
dan peningkatan aktivitas fisik diperlukan. Setiap pengurangan asupan energi
harus dimulai dengan meminimalkan makanan tinggi lemak, tinggi gula (seperti
makanan take away, cake, permen, coklat, makanan ringan yang
dikemas, dan minuman manis) dan peningkatan asupan buah, sayuran, biji-bijian,
gandum utuh, dan produk susu rendah lemak. Konsumsi makanan yang tinggi lemak
dan tinggi gula akan meningkatkan toksin atau racun di dalam tubuh, khususnya
di sistem pencernaan. Ditambah lagi jika asupan serat sehari-hari juga kurang. Sistem
pencernaan akan semakin sulit untuk melakukan detoksifikasi atau membuang
racun, dan berisiko mengalami beragam masalah pencernaan. Padahal kesehatan
sistem pencernaan juga akan menentukan seberapa baik sistem imun tubuh kita. Saat
sistem pencernaan sehat, keseimbangan bakteri baik di pencernaan juga terjaga
dan produksi sel imun di sistem pencernaan juga optimal. Sel imun akan
melindungi tubuh dari serangan organisme penyebab penyakit, baik virus maupun
bakteri.
Konsumsi serat yang cukup perlu dipastikan, karena mengandung nutrisi penting untuk kesehatan pencernaan dengan membuang racun yang mengendap di saluran cerna akibat dari konsumsi makanan yang tidak sehat. Asupan serat harian yang dibutuhkan dalam sehari sekitar 25-30 gram atau sebanyak 400 gram buah dan sayuran. Jika konsumsi serat tidak dapat terpenuhi dari konsumsi makanan sehari-hari, maka dapat mengonsumsi suplemen serat untuk membantu memenuhi kebutuhan serat harian.
¹ Walsh, N. P., Gleeson, M., Pyne, D. B., Nieman, D. C., Dhabhar, F. S., Shephard, R. J., … & Kajeniene, A. (2011). Position statement part two: maintaining immune health.
² Iannotti, R. J., & Wang, J. (2013). Patterns of physical activity, sedentary behavior, and diet in US adolescents. Journal of Adolescent Health, 53(2), 280-286.
³ Damms-Machado, A., Weser, G., & Bischoff, S. C. (2012). Micronutrient deficiency in obese subjects undergoing low calorie diet. Nutrition journal, 11(1), 34.
⁴ Purnamasari, D., Badarsono, S., Moersadik, N., Sukardji, K., & Tahapary, D. L. (2011). Identification, Evaluation and Treatment of Overweight and Obesity in Adults: Clinical Practice Guidelines of the Obesity Clinic, Wellness Cluster Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Journal of the ASEAN Federation of Endocrine Societies, 26(2), 117-121.
⁵ Neumark-Sztainer, D., Story, M., Perry, C., & Casey, M. A. (1999). Factors influencing food choices of adolescents: findings from focus-group discussions with adolescents. Journal of the American dietetic association, 99(8), 929-937.
⁶ Thornton, L. E., Cameron, A. J., McNaughton, S. A., Waterlander, W. E., Sodergren, M., Svastisalee, C., … & Sheeshka, J. (2013). Does the availability of snack foods in supermarkets vary internationally?. International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 10(1), 56.