Saat ini, ada berbagai macam diet populer yang bertujuan untuk menurunkan berat badan. Beberapa fokus pada pengurangan nafsu makan, sementara lainnya lebih memberatkan pada pembatasan kalori, asupan karbohidrat, atau lemak. Semua jenis diet populer mengklaim lebih unggul dan lebih cepat menurunkan berat badan, sehingga mungkin sulit bagi FibreSquads untuk menentukan diet mana yang perlu dicoba. Salah satu diet populer yang ramai dibicarakan adalah diet keto atau ketogenik. Sebelum mencoba diet keto, yuk cari tahu manfaat dan risikonya terlebih dulu, FibreSquads.
Diet keto pertama kali digunakan oleh Russel Wilder pada tahun 1921 untuk mengobati epilepsi. Selama hampir satu dekade, diet keto digunakan secara luas sebagai diet terapeutik untuk epilepsi pediatrik dan saat ini mulai diadopsi sebagai diet untuk menurunkan berat badan. Lalu bagaimana pengaturan pola makan dalam diet keto? Diet ini terdiri dari pola makan tinggi lemak, protein sedang, dan karbohidrat yang sangat rendah. Sumber zat gizi paling banyak bersumber dari lemak sebanyak 55-60%, protein 30-35%, dan karbohidrat dalam jumlah terbatas, hanya 5-10% saja.¹ Pembagian presentase dalam diet keto sangat berbeda dari pola makan yang dianjurkan, terutama pada persentase lemak dan karbohidrat. Umumnya, asupan karbohidrat disarankan 60-75% dan asupan lemak 10-25%.
Biasanya, energi berasal dari glukosa yang bersumber dari karbohidrat. Namun, pada diet keto, asupan karbohidrat yang rendah membuat gula darah rendah dan secara otomatis tubuh memecah cadangan energi dalam bentuk lemak. Hati akan menghasilkan badan keton sebagai hasil metabolisme lemak, yang dapat digunakan sebagai energi saat glukosa tidak tersedia. Ketika badan keton menumpuk dalam darah, ini disebut ketosis. Pada orang sehat yang tidak memiliki diabetes dan tidak sedang hamil, fase ketosis biasanya terjadi setelah 3- 4 hari mengonsumsi < 50 g karbohidrat per hari.²
RISIKO DIET KETO
1) Kekurangan Zat Gizi Mikro dan Serat
Pembatasan karbohidrat secara ekstrem sangat memengaruhi kualitas diet, karena asupan beberapa jenis makanan menjadi terbatas, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Hal ini tentu saja meningkatkan risiko kekurangan vitamin (vit A, vit E, vit B1, vit B6, vit B9/folat), mineral (kalsium, magnesium, zat besi, kalium), dan serat.³
2) Menurunkan Kesehatan Pencernaan
Diet keto biasanya rendah serat yang sangat dibutuhkan dalam menjaga kesehatan pencernaan dan produksi asam lemak rantai pendek yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan nutrisi, merangsang pelepasan hormon rasa kenyang, meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, dan memiliki efek anti-inflamasi dan anti-karsinogenik.⁴⁻⁵ Saat asupan serat tidak terpenuhi, terjadi ketidakseimbangan mikrobiota, peningkatan bakteri merugikan yang menyebabkan peradangan, kesehatan pencernaaan akan berkurang, dan menimbulkan berbagai gangguan pencernaan seperti perut kembung, sering buang gas, konstipasi, hingga diare.
3) Keto Flu
Efek samping jangka pendek yang paling umum dirasakan saat menjalani diet keto adalah kumpulan gejala seperti mual, muntah, sakit kepala, kelelahan, pusing, insomnia, brain fog, dan nyeri otot, yang dikenal sebagai keto flu.⁶ Gejala-gejala ini biasanya sembuh dalam beberapa hari hingga beberapa minggu.
4) Risiko Penyakit Ginjal
Diet keto berbasis pangan hewani yang tinggi lemak dan rendah buah serta sayuran yang meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal.⁷ Kondisi asidosis pada diet ketogenik juga dapat mendorong pembentukan batu ginjal dengan menurunkan kadar sitrat dan pH urin, serta meningkatkan kadar kalsium urin.
Meskipun efektif untuk menurunkan berat badan, ternyata diet keto memiliki toleransi jangka panjang yang rendah dan tidak dapat dilakukan dengan berkelanjutan bagi banyak individu. Diet rendah karbohidrat juga berhubungan dengan peningkatan risiko kematian. Jadi sebelum FibreSquads melakukan berbagai macam diet populer, ada baiknya melihat manfaat serta risiko-risiko yang mungkin terjadi. Kesehatan jangka panjang tetap harus menjadi prioritas bagi FibreSquads semua ya!
¹ Masood, W., Annamaraju, P., & Uppaluri, K. R. (2020). Ketogenic diet. StatPearls [Internet].
² Paoli, A., Rubini, A., Volek, J. S., & Grimaldi, K. A. (2013). Beyond weight loss: a review of the therapeutic uses of very-low-carbohydrate (ketogenic) diets. European journal of clinical nutrition, 67(8), 789-796.
³ Freedman, M. R., King, J., & Kennedy, E. (2001). Popular diets: a scientific review.
⁴ Holscher, H. D. (2017). Dietary fiber and prebiotics and the gastrointestinal microbiota. Gut microbes, 8(2), 172-184.
⁵ Paoli, A., Mancin, L., Bianco, A., Thomas, E., Mota, J. F., & Piccini, F. (2019). Ketogenic diet and microbiota: friends or enemies?. Genes, 10(7), 534.
⁶ Bostock, E., Kirkby, K. C., Taylor, B. V., & Hawrelak, J. A. (2020). Consumer reports of “keto flu” associated with the ketogenic diet. Frontiers in nutrition, 7, 20.
⁷ Tracy, C. R., Best, S., Bagrodia, A., Poindexter, J. R., Adams-Huet, B., Sakhaee, K., … & Pearle, M. S. (2014). Animal protein and the risk of kidney stones: a comparative metabolic study of animal protein sources. The Journal of urology, 192(1), 137-141.