Badan Kurus Belum Tentu Sehat Terhindar dari Penyakit Kronis
Publish Date: 31 May 2023

Punya Badan Kurus Belum Tentu Terhindar dari Penyakit Kronis, Cek Faktanya Disini!

Hai FibreSquads, sadar atau tidak, ada berbagai perubahan gaya hidup dalam masyarakat modern. Hal ini termasuk pergeseran kebiasaan konsumsi makanan tradisional ke makanan instan dan tidak sehat (tinggi kalori dan lemak) yang terjadi di semua lapisan masyarakat.

Berbagai makanan dan camilan di luar rumah cenderung memiliki kualitas gizi yang buruk; makanan bertepung, padat energi, tinggi lemak jenuh atau lemak trans, natrium dan gula, serta rendah nutrisi penting lainnya.¹

Salah satu dampak dari perubahan gaya hidup itu adalah angka obesitas yang meningkat setiap tahunnya. Buruknya lagi, obesitas juga menjadi gerbang bagi berbagai penyakit lainnya, termasuk sindrom metabolik, yaitu sekelompok gangguan kesehatan yang terjadi secara bersamaan dan dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan stroke.² Gangguan kesehatan yang dimaksud meliputi obesitas dengan penumpukan lemak di perut; gula darah tinggi; kadar kolesterol baik (HDL) rendah; tekanan darah tinggi (hipertensi); dan trigliserida darah tinggi.

Namun, untuk kamu yang memiliki berat badan atau status gizi normal, tidak boleh lengah juga. Berdasarkan studi yang dimuat dalam Asia Journal of Pacific Nutrition tahun 2022, sebanyak 83,8% masyarakat Indonesia yang tidak obesitas atau memiliki berat badan normal berisiko mengalami sindrom metabolik.³

Berdasarkan jurnal tersebut, sebanyak 56,1% responden memiliki masalah hipertensi dan bahkan 36,4% responden mengalami 2-3 gangguan kesehatan yang termasuk dalam sindrom metabolik. Ternyata, meskipun memiliki badan yang kurus atau berat badan normal, tidak menjadi jaminan mutlak terhindar dari penyakit kronik.

Selain berat badan, ada beberapa faktor risiko sindrom metabolik yang perlu kamu perhatian juga FibreSquads, yaitu pola hidup sehat, termasuk diantaranya adalah konsumsi buah dan sayuran yang cukup (memenuhi asupan serat harian), kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol.

Anjuran Kementerian Kesehatan RI, konsumsi buah dan sayuran sebanyak 400-600 gram sehari. Namun sayangnya masyarakat Indonesia hanya mampu mengonsumsi sekitar 27,2% persen dari anjuran tersebut atau sekitar 108,8 gram per hari.⁴ Jika dilihat berdasarkan kelompok umur, kategori remaja merupakan kelompok tertinggi yang kurang mengonsumsi buah dan sayur (98,4%).

Meskipun kebanyakan dari FibreSquads sudah tahu bahwa buah dan sayur termasuk makanan yang menyehatkan, tetapi pengetahuan tersebut juga tidak meningkatkan keinginan untuk mengonsumsi buah dan sayuran lebih banyak. Jika asupan buah dan sayuran kurang, kamu juga berisiko kekurangan nutrisi penting yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti vitamin, mineral, dan serat.

Meski terkesan sulit mengonsumsi 400 gram buah dan sayur dalam sehari, ada banyak cara yang bisa kamu coba, FibreSquads, misalnya:

  • Pilihlah jenis menu masakan sayuran yang berbeda saat makan, kamu bisa memilih 2 menu atau jenis masakan agar tidak bosan, piring makan lebih berwarna, begitu juga dengan tekstur dan rasanya.
  • Jadikan buah sebagai camilan diantara waktu makan utama, ketika jam 10:00-11:00 atau jam 15:00-16:00. Dibandingkan mengonsumsi berbagai minuman kekinian yang tinggi gula, konsumsi buah sebagai camilan tentu jauh lebih baik.
  • Jika kamu suka membuat jus sayuran, mulai sekarang tambahkan juga sayuran ke dalamnya. Jika kamu kurang suka dengan aroma langu dari sayuran, kamu dapat menambahkan jahe, lemon, atau madu pada campuran jus yang kamu buat untuk mengurangi aroma langunya.
  • Konsumsi suplemen tinggi serat yang mengandung bahan alami, terbuat dari buah dan sayuran asli, serta tidak mengandung gula tambahan.

Kita memang tidak dapat terhindar dari arus modernisasi yang membawa berbagai kemudahan untuk hidup kita, termasuk maraknya berbagai makanan kemasan atau makanan instan. Tetapi kita dapat mengurangi dampak negatif dari hal tersebut dengan melakukan pola hidup sehat, termasuk mengatur pola makan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik secara rutin, dan manajemen stres dengan baik.

Yuk, mulai hidup sehat mu sekarang!


¹ World Health Organization. (2022). WHO/FAO Inter-Regional meeting to promote healthy diets through the informal food sector in Asia: 20–22 August 2019, Bangkok, Thailand (No. SEA-NUT-201). World Health Organization. Regional Office for South-East Asia.
² Eckel, R. H., Grundy, S. M., & Zimmet, P. Z. (2005). The metabolic syndrome. The lancet, 365(9468), 1415-1428.
³ Sulistiyowati, N., Sudikno, S., Nainggolan, O., Titaley, C. R., Adyarani, W. P., & Hapsari, D. (2022). Risk factors for the metabolic syndrome in non-obese older Indonesians. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 31(3), 415-421.
⁴ Hermina, H., & Prihatini, S. (2016). Gambaran konsumsi sayur dan buah penduduk Indonesia dalam konteks gizi seimbang: analisis lanjut survei konsumsi makanan individu (SKMI) 2014. Indonesian Bulletin of Health Research, 44(3), 205-218.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *