Detox atau detoksifikasi termasuk salah satu fungsi fisiologis penting yang terjadi dalam tubuh kita. Detox mengacu pada proses membuang atau mengubah zat yang biasanya berbahaya bagi tubuh dan menghilangkannya dari tubuh.
Tanpa kita sadari, kita terus-menerus terpapar beragam toksin setiap harinya. Ada dua jenis toksin, yaitu eksogen, yang berasal dari luar tubuh/lingkungan dan endogen, yang berasal dari hasil metabolisme tubuh kita sendiri. Pada dasarnya, tubuh kita sudah memiliki sistem canggih untuk melakukan detox, melalui organ hati, ginjal, pencernaan, kulit, dan paru-paru.
Tentu saja, fungsi detox ini dapat berlangsung dengan optimal jika organ-organ tubuh tersebut sehat. Jika ada masalah pada organ-organ tersebut atau jumlah toksin dan kotoran di tubuh semakin banyak, maka sistem detox juga menjadi kurang optimal.
Salah satu organ yang termasuk dalam sistem detox adalah pencernaan, yang memiliki berbagai peran penting, mulai dari menyerap nutrisi dari makanan ke dalam tubuh, mencegah masuknya zat berbahaya ke dalam tubuh, hingga membuang kotoran dan zat yang sudah tidak diperlukan agar tidak menyebabkan penyakit.
Kenapa Detox Kurang Optimal?
Tubuh kita dapat menghasilkan toksin sebagai produk sampingan hasil metabolisme yang dikenal dengan endotoksin. Ditambah, pola makan yang tidak sehat seperti banyak mengonsumsi makanan yang diolah secara berlebihan (dengan beragam bahan tambahan dan tinggi lemak, terutama asam lemak trans), beragam junk food, tinggi gula, rendah serat, menyebabkan sistem pencernaan menjadi lebih lambat dan tidak sehat. Kondisi tersebut menyebabkan fungsi detox menjadi tidak efisien dan tidak optimal.
Dampak Detox yang Tidak Optimal
Ketika berbagai kotoran dan toksin tidak dikeluarkan dengan baik dari tubuh, zat tersebut dapat disimpan di dalam sel, terutama di sel lemak. Sel dan jaringan tubuh kita dapat menyimpan toksin selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Toksin ini dapat dilepaskan sewaktu-waktu, misalnya saat asupan makanan kurang, olahraga, atau stres. Ketika toksin dilepaskan ke aliran darah, dapat memicu gejala yang tidak diinginkan, seperti kelelahan, pusing, mual, dan detak jantung yang cepat. ¹Cara Detox Tubuh dengan Mudah
Selain mengandalkan kemampuan detox tubuh, kamu juga dapat melakukan beberapa tips berikut agar detox lebih optimal, antara lain:- Minum Air yang Cukup
- Batasi Konsumsi Gula dan Makanan yang Diproses Berlebihan
- Konsumsi Prebiotik
- Konsumsi Makanan Tinggi Antioksidan
Air tidak hanya bermanfaat untuk menghilangkan rasa haus saja. Ada banyak fungsi dari cairan tubuh, mulai dari membantu mengatur suhu tubuh, melumasi persendian, membantu proses pencernaan dan penyerapan makanan, hingga detox tubuh. Sel-sel tubuh kita akan menghasilkan urea dan karbon dioksida sebagai zat sisa metabolisme.
Air akan mengangkut zat sisa ini dan dibuang dari tubuh melalui urin, pernapasan, dan keringat. Karena itu, sangat penting mengonsumsi air yang cukup agar proses detox tetap berlangsung dengan optimal.
Banyak studi yang membuktikan hubungan antara tingginya konsumsi makanan tinggi lemak dan makanan yang diolah berlebihan (over processed food) dengan obesitas dan berbagai penyakit kronis lainnya, seperti penyakit jantung, kanker, dan diabetes.
Penyakit-penyakit ini akan menghalangi kemampuan tubuh untuk detox secara alami dengan merusak organ-organ yang berperan penting dalam sistem detox, seperti hati dan ginjal. Misalnya saja, konsumsi gula terlalu banyak dapat menyebabkan perlemakan hati yang selanjutnya dapat menurunkan fungsi hati.
Kesehatan pencernaan sangat penting untuk menjaga sistem detox tetap sehat dan optimal. Sel-sel di pencernaan memiliki sistem detox dan ekskresi yang melindungi usus dari toksin berbahaya, seperti bahan kimia.² Pencernaan yang baik dapat dimulai dengan konsumsi prebiotik, yaitu serat yang dapat menjadi makanan bagi bakteri baik (probiotik) di pencernaan.
Konsumsi prebiotik dapat difermentasi oleh bakteri di pencernaan dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid) yang bermanfaat untuk kesehatan.³ Saat kesehatan pencernaan terganggu, sistem detox dan imunitas tubuh menurun, serta meningkatkan risiko peradangan dan berbagai penyakit.
Antioksidan membantu melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas yang dikenal sebagai stres oksidatif, yaitu suatu kondisi yang dihasilkan dari produksi radikal bebas secara berlebihan. Tubuh kita secara natural memproduksi molekul ini untuk metabolisme, misalnya pencernaan, Akan tetapi, diet rendah gizi, merokok, konsumsi alcohol, dan terpapar berbagai polusi dapat meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh.⁴ Studi menunjukkan bahwa kerusakan sel akibat radikal bebas berperan pada demensia, penyakit jantung, penyakit liver, asma, dan beberapa jenis kanker.⁵ Konsumsi diet tinggi antioksidan, misalnya mengonsumsi berbagai buah dan sayur, dapat membantu mengurangi kerusakan akibat radikal bebas dan menurunkan risiko penyakit yang dapat memengaruhi proses detox.
¹ Lark, S. M. (2014). Dr. Susan’s juice fasting and detoxification diets. Womens Wellness Publishing.
² Shimizu, M. (2017). Multifunctions of dietary polyphenols in the regulation of intestinal inflammation. journal of food and drug analysis, 25(1), 93-99.
³ Makki, K., Deehan, E. C., Walter, J., & Bäckhed, F. (2018). The impact of dietary fiber on gut microbiota in host health and disease. Cell host & microbe, 23(6), 705-715.
⁴ Sharifi-Rad, M., Anil Kumar, N. V., Zucca, P., Varoni, E. M., Dini, L., Panzarini, E., … & Sharifi-Rad, J. (2020). Lifestyle, oxidative stress, and antioxidants: back and forth in the pathophysiology of chronic diseases. Frontiers in physiology, 11, 694.
⁵ Tan, B. L., Norhaizan, M. E., Liew, W. P. P., & Sulaiman Rahman, H. (2018). Antioxidant and oxidative stress: a mutual interplay in age-related diseases. Frontiers in pharmacology, 9, 1162.